
WARTA PJKR | KUPANG – Sekolah Menengah Agama Kristen Negeri (SMAKN) Kupang membuka rangkaian Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) tahun ajaran 2025/2026 dengan sebuah seminar bertema: “Eksplorasi Diri: Mengenal Potensi Diri, Motivasi Berprestasi, dan Cara Belajar yang Efektif.” Seminar ini dilaksanakan pada Kamis, 17 Juli 2025, bertempat di aula SMAKN Kupang dan dihadiri oleh seluruh siswa baru.
Acara ini menghadirkan narasumber akademisi dan praktisi pendidikan, Dr. Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd., dosen Program Studi Pendidikan Jasmani, Kesehatan, dan Rekreasi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Kristen Artha Wacana. Dikenal juga sebagai penulis dan peneliti yang aktif melakukan kajian dalam bidang pembelajaran dan juga pengembangan kompetensi sosial dan psikologis. Kehadiran penulis buku “Soft skills untuk prestasi belajar” tersebut menambah semangat serta memberi warna tersendiri dalam kegiatan MPLS yang biasanya hanya berfokus pada orientasi sekolah.
Dalam sesi seminar berdurasi sekitar tiga jam ini, Jusuf dimoderatori oleh Yongky D. Haekase, S.Pd., M.Pd., membagi materinya ke dalam tiga pilar utama, yaitu, eksplorasi potensi diri, menumbuhkan motivasi berprestasi, dan menerapkan cara belajar yang efektif.
Pada sesi pertama, Jusuf mengajak siswa memahami pentingnya mengenali dan mengembangkan potensi diri yang unik pada setiap individu. Potensi tersebut mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik, mulai dari kemampuan berpikir kritis, sikap terhadap tujuan hidup, hingga keterampilan praktis. Eks Ketua Program Studi tersebut menambahkan, siswa perlu mengenal indikator potensi berdasarkan taksonomi hasil belajar. Pada ranah kognitif, potensi terlihat dari kemampuan menganalisis, mengevaluasi, dan merancang pengembangan diri. Ranah afektif mencakup sikap terbuka, kesadaran tujuan, serta menjadikan pengembangan diri sebagai nilai hidup. Sedangkan pada ranah psikomotorik, potensi tampak dalam kebiasaan belajar mandiri, latihan berkelanjutan, dan penciptaan metode baru.
Setelah siswa diperkenalkan dengan definisi, manfaat, dan indikator, tidak lupa Jusuf juga menimpali dengan cara mengenali potensi diri. Menurut Jusuf, proses pengembangan potensi diawali dengan eksplorasi dan self-assessment gaya belajar siswa, kemudian dilanjutkan dengan proyek nyata yang relevan. Membangun komunitas belajar, mengikuti pelatihan, serta menerima evaluasi secara terbuka menjadi langkah penting dalam proses ini. Jusuf juga menganjurkan konsultasi dengan role model atau ahli untuk strategi pengembangan yang lebih terarah dan berdampak. Melalui pemahaman dan pengembangan potensi diri, siswa diharapkan mampu menghadapi tantangan serta memanfaatkan waktu dan energi secara efektif untuk berkembang di berbagai bidang seperti akademik, olahraga, dan seni.

Pada sesi kedua, Jusuf kembali mengajak siswa berdiskusi mengenai motivasi berprestasi, yaitu keyakinan dan keinginan untuk meraih sukses, menghadapi tantangan, dan mencapai keunggulan. Siswa dengan motivasi tinggi memiliki semangat dan tujuan yang jelas serta mampu memanfaatkan sumber daya internal dan eksternal untuk mengatasi hambatan. Pribadi yang termotivasi berprestasi menyukai tantangan, bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugas, dan terbuka terhadap umpan balik. Mereka harus memenuhi kriteria seperti kemampuan berpikir tingkat tinggi, karakter belajar positif seperti komitmen dan integritas, serta kinerja yang ideal, yang menuntut konsolidasi sumber daya secara profesional.
Empat ciri utama siswa berprestasi adalah, menikmati tugas menantang, bertanggung jawab menyelesaikan tugas tanpa bergantung pada orang lain, berinovasi dengan cara belajar kreatif dan efektif, serta memanfaatkan umpan balik untuk memperbaiki hasil belajar secara berkelanjutan. Untuk meningkatkan motivasi, siswa dianjurkan menetapkan tujuan jelas dan realistis, menyelesaikan tugas menantang sesuai potensi, serta membiasakan memecahkan masalah secara kreatif. Melalui proyek mandiri dan pembelajaran berdiferensiasi, siswa keluar dari zona nyaman. Evaluasi berkala dengan instrumen valid seperti rubrik penilaian dan jurnal refleksi membantu memantau kemajuan dan membangun kepercayaan diri, tanggung jawab, dan kemandirian siswa.
Sesi terakhir presentasi dan diskusi, Alumnus SMA Kristen 1 Kalabahi ini memaparkan bahwa belajar merupakan proses perubahan perilaku yang dimulai sejak masa bayi dan terjadi melalui berbagai pengalaman yang dialami individu. Agar belajar dapat berjalan efektif, siswa perlu menetapkan tujuan yang jelas dan selaras dengan kegiatan pembelajaran serta asesmen yang dilakukan. Selain itu, keterlibatan aktif dalam proses metakognitif, termasuk perencanaan, pemantauan, dan refleksi terhadap pembelajaran sendiri yang sangat penting untuk mengoptimalkan hasil belajar siswa. Jusuf juga menimpali, cara belajar yang tepat bukan hanya soal duduk berjam-jam di depan buku atau laptop, gadged, melainkan bagaimana mengelola seluruh proses belajar secara efisien. Dengan begitu, siswa dapat memahami materi dengan lebih mudah, meningkatkan prestasi akademik, sekaligus mengurangi tingkat stres yang mungkin muncul selama belajar.
Slide power point Jusuf juga jelas mencatat bahwa siswa yang belajar efektif cenderung mandiri, disiplin, serta memiliki kemampuan berpikir kritis dan analitis. Mereka menghubungkan materi dengan kehidupan nyata, bukan sekadar menghafal, dan membedakan antara belajar mendalam dan hafalan semata. Proses ini membutuhkan latihan dan refleksi berkelanjutan agar belajar menjadi pengalaman bermakna dan menyenangkan. Metode pembelajaran efektif diawali dengan desain mundur (backward design) yang menentukan tujuan dan indikator kinerja jelas. Siswa juga didorong dan dibiasakan menghadapi masalah terbuka untuk melatih keterampilan pemecahan masalah dan berpikir kritis. Aktivitas seperti berbicara, menulis, meneliti, dan kolaborasi memperkuat kemampuan berpikir tingkat tinggi dan kemandirian, menjadikan siswa pembelajar sejati yang siap menghadapi tantangan akademik dan kehidupan.

Setelah sesi presentasi dan diskusi berakhir, Jusuf mengajak para siswa untuk secara bersama-sama mengisi lembar evaluasi gaya belajar yang dikembangkan oleh O’Brien (1985). Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk membantu siswa mengenali dan memahami potensi diri mereka melalui identifikasi gaya belajar yang paling dominan. Para siswa kemudian menghitung skor untuk tiga jenis gaya belajar utama, yaitu visual, auditoris, dan kinestetik, yang dapat memberikan gambaran tentang cara belajar terbaik bagi masing-masing individu. Siswa menunjukkan antusiasme tinggi selama proses ini karena pengalaman semacam ini terbilang baru bagi mereka. Kegiatan ini sangat membantu dalam meningkatkan kesadaran diri, sehingga siswa dapat memanfaatkan potensi tersebut secara maksimal guna mendukung peningkatan prestasi akademik di masa depan.
Di akhir diskusi, Yongky menegaskan dalam simpulannya bahwa setiap individu memiliki pengalaman dan peluang untuk meraih kesuksesan dalam hidupnya. Ia mengingatkan bahwa materi yang telah dibahas dan disimulasikan pada hari ini harus menjadi bagian penting yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari siswa, di mana pun mereka berada. Yongky mengajak para siswa untuk memulai proses belajar dengan menetapkan tujuan yang jelas dan terukur, agar energi serta fokus mereka dapat diarahkan secara tepat menuju pencapaian tujuan tersebut. Tidak lupa ia memberikan contoh konkret, bahwa seorang siswa yang bermimpi menjadi tentara perlu menanamkan sikap disiplin, rasa tanggung jawab, kemampuan memecahkan masalah, dan ketahanan terhadap tekanan sejak masa sekolah guna mendukung tercapainya cita-citanya tersebut.

Salah satu pimpinan SMAKN Kupang, Martinus Umbu Warata, S.Pd., dalam sambutan penutupnya menegaskan bahwa kegiatan ini bukan sekadar seremoni awal tahun pelajaran, melainkan bagian dari transformasi pendidikan yang lebih mendalam. “Kami percaya bahwa keberhasilan belajar tidak hanya ditentukan oleh nilai akademik, tetapi juga dari seberapa baik siswa memahami potensi dirinya, termotivasi untuk berkembang, dan mampu belajar secara efektif. Seminar ini adalah langkah awal yang krusial,” jelasnya. Lebih lanjut, Martinus juga menekankan pentingnya pembentukan karakter dan mentalitas belajar sejak dini agar siswa dapat beradaptasi dengan tuntutan belajar di jenjang SMA yang lebih kompleks.
Melalui seminar ini, SMAKN Kupang memperlihatkan komitmennya dalam membentuk generasi muda yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kuat dari segi karakter. Sekolah aktif berkolaborasi dengan berbagai institusi akademik di Nusa Tenggara Timur (termasuk Universitas Kristen Artha Wacana) untuk meningkatkan antusiasme, motivasi, dan semangat belajar siswa. Dengan penuh semangat dan harapan baru, para siswa meninggalkan ruang kegiatan membawa bekal penting. Keyakinan bahwa mereka mampu menghadapi tantangan, bahwa mereka berharga, serta bahwa masa depan mereka dapat mulai dibentuk sejak hari ini. Seminar ini menjadi langkah awal yang signifikan dalam perjalanan pengembangan diri mereka.
